Thursday, October 2, 2014

Berburu Buah Pohon Oak/Ek (Donguri)

Dahulu, pertama kenal pohon Oak/Ek hasil membaca buku serial detektif 5 sekawan. Langsung yang terbayang sebuah pohon yang besar, rindang, daun menjuntai kebawah dan seram. Belakangan saya baru tahu ternyata pohon yang banyak di sekeliling rumah kami adalah pohon Oak ini, selain pohon Sakura tentunya.

Ternyata biasa aja pohonnya, tidak se-seram seperti yang dibayangkan, mungkin karena yang saya temui adalah pohon Oak yang masih muda kali ya :). Bahkan pohon ini punya buah atau biji yang lucu :どんぐり/ donguri namanya, dalam bahasa Inggris disebut 'acorn'. Anak-anak suka memungutnya , untuk dijadikan mainan atau ditambahkan dalam prakarya. Dan hasil searching di google biji didalamnya bisa dimakan, asal mau repot sedikit mengolah .


Lucu ya bijinya? :)

Di Jepang bahkan biji ini menjadi satu lagu legendaris anak-anak yang terkenal, hampir semua anak disini hafal, termasuk anak saya yang pendatang baru. :)


berikut lagu nya


*どんぐり ころ ころ*


どんぐりころころ ドンブリコ

お池にはまって さあ大変

どじょうが出て来て 今日は

坊ちゃん一緒に 遊びましょう


どんぐりころころ よろこんで

しばらく一緒に 遊んだが

やっぱりお山が 恋しいと

泣いてはどじょうを 困らせた


Romaji


Donguri korokoro donburiko

Oike ni hamatte saa taihen

Dojou ga detekite konnichiwa

Bocchan isshoni asobimashou


Donguri korokoro yorokonde

Shibaraku isshoni asonda ga

Yappari oyama ga koishii to

Naitewa dojou o komaraseta



English Translation

An acorn rolled down and down,

Oh no, he fell into a pond!

Then came the loach and said Hello,

Little boy, let's play together.


Little rolling acorn was so happy

He played for a little while

But soon he started to miss the mountain

He cried and the loach didn't know what to do.

Tips Mengupas Jeruk

Suatu hari, saya melihat anak sulung saya (6 tahun) sedang meremas-remas buah jeruk (sejenis mikan kalau di Jepang), sontak saya tegur :

U : "kenapa di pencet-pencet mikan nya kak? jangan ya, ga baik menjadikan makanan sebagai mainan".
F : "bukaan, biar putih-putihnya jadi sedikit?"
U : "maksudnya?" tanya saya bingung.
si Kakak pun membuka jeruk nya, seraya berkata "tuh kan, ini yg putih (serat jeruk) jadi sedikit?"

Ummi-nya pun takjub, dalam hati berkata 'benar juga'.
U : "eh iya ya, kakak tau dari mana?"
F : "dari TV (nhk)."
U : "sokka, baru tahu ummi" sambil manggut manggut dan ingin mencoba juga.

Berikut hasil percobaannya :

                                                    Jeruk kiri diremas dahulu, kanan tidak

gambar 1 : Saya ambil 2 jeruk, yang pertama (kiri) saya remas dahulu, hasilnya memang lebih gampang mengupasnya, dan serat yang menempel di buah lebih sedikit.



gambar 2 : Karena masih penasaran, dan ingin meminimalisir bias -tergantung jeruknya, kalau anda beruntung bisa mendapat jeruk yang minim serat- (cieeh bahasanya), saya coba lagi di satu jeruk yang sama, tapi dibagi 2 dahulu dengan dibatasi goresan pisau. Eh benar, bagian kiri yang diremas lebih gampang dikupas dan lebih bersih dibanding kanan yg tidak diremas.

Memang, ilmu bisa dari mana saja, termasuk dari anak kelas 1 SD, dan sudah kesekian kali dapat ilmu baru dari anak sendiri, jadi berasa tua hehe. Dan menurut saya tanyangan televisi tidak selalu memberi efek buruk, asal orang tua bisa memilah program yang sesuai dan bermanfaat serta tentunya dengan perjanjian terlebih dahulu dengan anak mengenai kapan dan lamanya waktu untuk menonton televisi perhari. Alhamdulillah di Jepang, tanyangan yang mendidik masih banyak, semoga TV di Indonesia-pun demikian.

Semoga bermanfaat :)

Wednesday, October 1, 2014

SD di Jepang : Sehat, Mandiri dan Ceria

Usia 6 Tahun mempunyai banyak makna di Negeri Sakura. Bisa dikatakan merupakan batu loncatan pertama dari kanak-kanak ke fase baru yang lebih menantang, dengan kewajiban serta kemandirian yang lebih tinggi. Seorang anak boleh melanjutkan ke SD atau shougakkou jika pada tanggal 1 April usianya sudah 6 tahun. Peraturan terkait batas umur ini ketat sekali, kurang 1 hari saja tidak diperbolehkan untuk masuk.

Siswa kelas 1 SD ini disebut ichi nensei (tahun pertama). Merupakan suatu "pangkat" yang istimewa. Mereka mulai memakai randoseru, sejenis tas ransel khusus khas Jepang yang harga normal berkisar 50-80 ribu yen (5-8 juta rupiah). Budayanya nenek-kakeklah yang berkewajiban membelikan sebagai hadiah :).Memang terbilang mahal, tapi umumnya kualitas bagus dan garansi selama 6 tahun. Jadi merupakan hal yang sangat wajar jika ransel anak SD di Jepang selama 6 tahun tidak pernah ganti. Bahkan, saat mereka lulus pun kualitas tas ransel ini masih bagus, sehingga tak jarang masih bisa di jual di recycle shop.

sumber foto randoseru
Seorang anak SD akan berangkat sekolah sendiri tanpa diantar-jemput orang tua, tetapi mereka harus bersama-sama siswa lain yang rumahnya berdekatan. Anak-anak dikelompokkan menjadi grup dan sekolah telah menentukan tempat bertemunya mereka dipagi hari. Yang menjadi ketua rombongan adalah anak kelas tertinggi yang ada dalam grup tersebut, biasanya siswa kelas 6. Sekitar 2 minggu sebelum hari pertama sekolah, Anak saya sudah mendapat kartu pos dari siswa kelas 6 yang berisi ajakan berangkat sekolah bersama dan tertera jam serta tempat dimana harus kumpul, (hebat ya :)).

Salah satu spot, tempat kumpul untuk kemudian bersama-sama ke Sekolah dalam barisan yang rapi.
Untuk keamanan, anak SD diwajibkan selalu membawa -bouhan bozai-, yaitu sebuah alat sejenis alarm gantung yang jika ditekan akan mengeluarkan bunyi keras. Anak-anak akan mengaktifkan alarm ini jika ada sesuatu atau seseorang yang mencurigakan atau membahayakan. Jika ada dewasa yang mendengar suara ini, maka diharapkan segera menuju sumber suara dan membantu, atau jika perlu menghubungi pihak berwajib. Khusus untuk anak kelas 1, selama setahun pertama mereka wajib menggunakan topi dan cover kuning pada tas randoserunya (bisa dilihat difoto paling atas :)), yang maksudnya bahwa anak ini masih harus lebih di perhatikan (anak baru-red).
Alarm keamanan atau bohan bouzai, sumber foto di sini
Tingkatan pendidikan di Jepang sama dengan di Indonesia yaitu 6 tahun SD, 3 tahun SMP, tiga tahun SMA dan Perguruan Tinggi. Pendidikan dasar (SD-SMP) tidak mengenal ujian kenaikan kelas, jadi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir kelulusan juga tidak ada, sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP dengan sistem rayon.

Sebenarnya, sifat dan karakteristik kurikulum di Jepang hampir sama dengan kurikulum SD di Indonesia. Hanya yang membedakan adalah pada mata pelajaran kebiasaan hidup yang umumnya diajarkan di kelas 1 dan 2. Tujuan utama diajarkan mata pelajaran ini adalah untuk mengenalkan dan membiasakan anak-anak pada pola hidup mandiri. Anak terbiasa membereskan peralatan belajar sendiri, merapihkan kelas, piket membersihkan toilet (tidak ada petugas kebersihan khusus di sekolah) dan bergiliran menjadi penyedia makan siang teman-teman (tentang makan di sekolah sudah saya tulis di sini). Di sini lebih mendahulukan memperkenalkan tata cara kehidupan sehari-hari.

Kegiatan akademik, umumnya berlangsung dari jam 8 pagi sampai 3 sore. Tetapi biasanya ada pelajaran tambahan untuk siswa kelas 4 ke-atas. Pembelajaran utama seperti bahasa (Jepang) dan berhitung mempunyai porsi yang lebih dibanding pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran moral diajarkan tidak secara khusus dalam mata pelajaran tertentu, tetapi diajarkan oleh wali kelas sejam seminggu atau diintegrasikan melalui pelajaran lain. Para murid juga disibukkan dengan pendidikan bersifat estetik berupa musik dan menggambar, jadi wajar saja anak Jepang dari kecil skill menggambar dan bermain musik rata-rata sudah bagus (bukan hanya bisa menggambar 2 gunung legendaris seperti saya hehe). Begitu juga dengan kegiatan olahraga, porsi nya sangat besar. Hampir tiap hari anak didik diberikan mata pelajaran tersebut. Mungkin ini juga yang membuat anak Jepang jarang yang obesitas, selain pola makan yang sehat. Dimusim panas, olahraga lebih sering berupa berenang, hampir setiap hari. oiya, rata-rata SD di jepang mempunyai kolam renang sendiri lho!

Lapangan olahraga yang luas



Ruang kelas tidak kaku, tidak ada foto presiden atau pejabat lainnya. Di setiap dinding hampir semua di tempel dengan hasil karya anak-anak, daftar piket makan, kosa kata bahasa jepang, juga ada perpustakaan mini dan beberapa tumbuhan hidup untuk sarana belajar.

Suasana dalam kelas, posisi kursi-meja bisa di ubah, semua menghadap kedepan atau berkelompok
Yang tak kalah menyenangkan, kegiatan belajar tidak hanya di dalam kelas. Secara berkala mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan lahan pertanian atau perkebunan untuk belajar memetik teh, jeruk, menggali umbi-umbian, bahkan belajar menanam padi di sawah (biasa nya di daerah luar Tokyo). Anak saya sampai hafal banyak jenis serangga dan tak jijik atau takut memegangnya. Dilain waktu, siswa secara berkelompok diajarkan cara menumpang kereta (densha) untuk melatih kemandirian.

Selain itu ada kegiatan wawancara dengan orang-orang tertentu sebagai narasumber, bisa tetangga atau orang-orang yang lewat di jalan. Saya pernah melihat anak sekolah yang sedang mewancarai turis. Semua percaya diri, tak terlihat malu-malu dan pihak yang diwawancarai pun menjawab dengan serius, walau pewawancara hanyalah anak kecil, hebat!. O iya, anak-anak ini dari kelas 1 sudah dibiasakan untuk "berbicara" baik di tempat duduk maupun maju ke depan. Ini adalah hal yang saya catat baik-baik ketika datang ke sekolah. Ada sesi yang mana sensei menyebutkan sesuatu atau menanyakan sesuatu dan setelahnya hampir semua anak menunjuk tangan, tanda ingin menjawab. Setiap ada pertanyaan, selalu begitu. Semua berteriak : "haaik" seraya menunjuk tangan. Tidak penting jawabannya benar atau tidak. Sungguh membuat saya berdecak kagum, teringat kala sekolah dulu, jarang sekali saya dan teman-teman sekelas berani menjawab, bahkan lebih sering menunduk dalam-dalam agar tidak ditunjuk oleh guru :p. Dilain waktu siswa juga mendapat tugas membuat penelitian-penelitian kecil untuk dipresentasikan di depan kelas.

Tugas liburan pun umumnya yang merangsang kreativitas dan tanggung jawab, misalnya merawat tanaman bunga "asagao" yang harus ditulis perkembangannya, berkreasi dengan barang bekas, meminjam dan membaca buku di perpustakaan dan banyak kegiatan seru lainnya.

Intinya bermain sambil belajar : Sehat, Mandiri dan Ceria :)