Siswa kelas 1 SD ini disebut ichi nensei (tahun pertama). Merupakan suatu "pangkat" yang istimewa. Mereka mulai memakai randoseru, sejenis tas ransel khusus khas Jepang yang harga normal berkisar 50-80 ribu yen (5-8 juta rupiah). Budayanya nenek-kakeklah yang berkewajiban membelikan sebagai hadiah :).Memang terbilang mahal, tapi umumnya kualitas bagus dan garansi selama 6 tahun. Jadi merupakan hal yang sangat wajar jika ransel anak SD di Jepang selama 6 tahun tidak pernah ganti. Bahkan, saat mereka lulus pun kualitas tas ransel ini masih bagus, sehingga tak jarang masih bisa di jual di recycle shop.
![]() |
sumber foto randoseru |
Salah satu spot, tempat kumpul untuk kemudian bersama-sama ke Sekolah dalam barisan yang rapi. |
Alarm keamanan atau bohan bouzai, sumber foto di sini |
Sebenarnya, sifat dan karakteristik kurikulum di Jepang hampir sama dengan kurikulum SD di Indonesia. Hanya yang membedakan adalah pada mata pelajaran kebiasaan hidup yang umumnya diajarkan di kelas 1 dan 2. Tujuan utama diajarkan mata pelajaran ini adalah untuk mengenalkan dan membiasakan anak-anak pada pola hidup mandiri. Anak terbiasa membereskan peralatan belajar sendiri, merapihkan kelas, piket membersihkan toilet (tidak ada petugas kebersihan khusus di sekolah) dan bergiliran menjadi penyedia makan siang teman-teman (tentang makan di sekolah sudah saya tulis di sini). Di sini lebih mendahulukan memperkenalkan tata cara kehidupan sehari-hari.
Kegiatan akademik, umumnya berlangsung dari jam 8 pagi sampai 3 sore. Tetapi biasanya ada pelajaran tambahan untuk siswa kelas 4 ke-atas. Pembelajaran utama seperti bahasa (Jepang) dan berhitung mempunyai porsi yang lebih dibanding pelajaran lainnya. Sedangkan pelajaran moral diajarkan tidak secara khusus dalam mata pelajaran tertentu, tetapi diajarkan oleh wali kelas sejam seminggu atau diintegrasikan melalui pelajaran lain. Para murid juga disibukkan dengan pendidikan bersifat estetik berupa musik dan menggambar, jadi wajar saja anak Jepang dari kecil skill menggambar dan bermain musik rata-rata sudah bagus (bukan hanya bisa menggambar 2 gunung legendaris seperti saya hehe). Begitu juga dengan kegiatan olahraga, porsi nya sangat besar. Hampir tiap hari anak didik diberikan mata pelajaran tersebut. Mungkin ini juga yang membuat anak Jepang jarang yang obesitas, selain pola makan yang sehat. Dimusim panas, olahraga lebih sering berupa berenang, hampir setiap hari. oiya, rata-rata SD di jepang mempunyai kolam renang sendiri lho!
Lapangan olahraga yang luas |
![]() |
Suasana dalam kelas, posisi kursi-meja bisa di ubah, semua menghadap kedepan atau berkelompok |
Selain itu ada kegiatan wawancara dengan orang-orang tertentu sebagai narasumber, bisa tetangga atau orang-orang yang lewat di jalan. Saya pernah melihat anak sekolah yang sedang mewancarai turis. Semua percaya diri, tak terlihat malu-malu dan pihak yang diwawancarai pun menjawab dengan serius, walau pewawancara hanyalah anak kecil, hebat!. O iya, anak-anak ini dari kelas 1 sudah dibiasakan untuk "berbicara" baik di tempat duduk maupun maju ke depan. Ini adalah hal yang saya catat baik-baik ketika datang ke sekolah. Ada sesi yang mana sensei menyebutkan sesuatu atau menanyakan sesuatu dan setelahnya hampir semua anak menunjuk tangan, tanda ingin menjawab. Setiap ada pertanyaan, selalu begitu. Semua berteriak : "haaik" seraya menunjuk tangan. Tidak penting jawabannya benar atau tidak. Sungguh membuat saya berdecak kagum, teringat kala sekolah dulu, jarang sekali saya dan teman-teman sekelas berani menjawab, bahkan lebih sering menunduk dalam-dalam agar tidak ditunjuk oleh guru :p. Dilain waktu siswa juga mendapat tugas membuat penelitian-penelitian kecil untuk dipresentasikan di depan kelas.
Tugas liburan pun umumnya yang merangsang kreativitas dan tanggung jawab, misalnya merawat tanaman bunga "asagao" yang harus ditulis perkembangannya, berkreasi dengan barang bekas, meminjam dan membaca buku di perpustakaan dan banyak kegiatan seru lainnya.
Intinya bermain sambil belajar : Sehat, Mandiri dan Ceria :)
Wah aku baru tau mbak kalo di SD mereka diajarin utk aktif di kelas kalo ada pertanyaan dari guru. Tapi di kuliahan kok beda banget ya. Selama aku kuliah di Waseda mahasiswanya diem semua di kelas.
ReplyDeleteoh iya ya sha? tapi kayaknya mulai sma keatas mereka udah mulai jaim yak. udah mulai ber-geng/ berkelompok.
Deleteklo SD masih pada seru, terbukti saat ngajar tpa/iqro yg anak2nya msh SD, masih pada suka rebutan nunjuk tangan klo disuruh maju utk hafalan hehe
Wah bagus sekali tulisannya ya.
ReplyDeleteSangat informatif
terima kasih :D
DeleteKalau di Indonesia, SD Negeri harus 7 tahun, mbak Lusi, nggak boleh kurang :)
ReplyDeleteBtw, sekolah di Jepang memang bagus ya, jadi pengen suatu saat nanti kalau ada rejeki anak-anak kuliah di sana :D
oh iya 7 tahun ya mbak?
Deleteklo swasta yg boleh lebih muda ya. Aamiin. salam kenal ya mak :)